Jakarta – Puluhan massa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara–Jakarta (HIMA Sultra Jakarta) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kantor Pusat PT Adhi Kartiko Pratama (AKP), Senin (17/11/2025).
Dalam aksinya, massa membeberkan sederet dugaan pelanggaran pertambangan yang dilakukan PT AKP di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Mereka meminta pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM RI segera mengevaluasi seluruh izin pertambangan perusahaan tersebut.
Massa menyoroti dugaan aktivitas penambangan di kawasan hutan produksi seluas 577,48 hektare, tidak adanya izin lintas Konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL), serta maraknya kecelakaan kerja yang diduga tidak dilaporkan secara resmi oleh perusahaan.
Hal ini disampaikan Asvin A, Sekertaris Umum HIMA Sultra Jakarta. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap dugaan pelanggaran serius yang berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan.
“HIMA Sultra Jakarta mendesak ESDM RI untuk mencabut seluruh perizinan PT AKP Tbk dan membekukan RKAB miliknya. Proses evaluasi menyeluruh harus dilakukan karena perusahaan ini diduga melakukan aktivitas tambang yang tidak sesuai aturan,” tegas Asvin.
Menurut Asvin, berdasarkan temuan lapangan dan berbagai dokumen pendukung, PT AKP Tbk diduga menggarap kawasan hutan produksi seluas 577,48 hektare tanpa mengantongi izin pelepasan kawasan hutan. Ia juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI untuk merekomendasikan pencabutan izin serta menggelar audit kerugian negara di sektor kehutanan.
“Kami juga meminta Kementerian Kehutanan untuk segera mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin dan melakukan audit kerugian negara atas aktivitas PT AKP Tbk di Konawe Utara,” tambahnya.
Di lokasi yang sama, Ketua Bidang Lingkungan Hidup HIMA Sultra Jakarta, Pandi Bastian, menyoroti aspek perizinan konservasi laut yang dinilai diabaikan perusahaan. Ia menyebut PT AKP Tbk diduga telah lama beroperasi tanpa mengantongi izin Lintas Konservasi TWAL, padahal izin tersebut merupakan syarat wajib sebelum melakukan aktivitas mobilisasi ore melalui kawasan konservasi.
Pandi mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi lembaganya, PT AKP Tbk baru mengajukan dokumen izin lintas konservasi setelah diminta oleh Kementerian, sebagaimana keterangan verbal dari BKSDA Sulawesi Tenggara dalam rekaman telepon beberapa waktu lalu.
“Secara kelembagaan kami mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk tidak menerbitkan izin TWAL serta memberikan sanksi administratif terhadap PT AKP Tbk karena diduga telah lama beroperasi tanpa izin yang seharusnya dimiliki sejak awal,” ujar Pandi.
Massa juga menilai bahwa ketegasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang bermasalah sangat penting untuk mendukung program prioritas nasional, khususnya komitmen Presiden Prabowo Subianto terkait pemberantasan tambang ilegal melalui Asta Cita.
Menutup pernyataannya, Asvin menegaskan bahwa HIMA SULTRA Jakarta akan kembali menggelar aksi lanjutan di Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kementerian ESDM RI jika tuntutan mereka diabaikan.
“Kami akan turun dengan jumlah massa yang lebih besar apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas. Negara tidak boleh kalah dari korporasi yang diduga melakukan pelanggaran hukum dan merusak lingkungan,” ujarnya.
Dalam pantauan lapangan, sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dan aparat keamanan perusahaan di sekitar kawasan Tower Panin, Senayan City. Namun situasi berhasil kembali kondusif setelah aparat kepolisian melakukan pengamanan dan mengatur ulang jalannya aksi.


















