Jakarta — Sorotan publik kembali menguat terhadap dugaan keterlibatan anggota DPR RI Slamet Ariyadi dalam struktur dan pengelolaan sejumlah dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di kawasan Madura dan sekitarnya. Informasi yang beredar menyebutkan adanya kedekatan relasional antara pengelola dapur MBG dengan yang bersangkutan, sehingga memunculkan dugaan bahwa jaringan pengelolaan program didominasi oleh individu yang secara politis maupun personal memiliki keterhubungan dengan figur legislatif tersebut.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan, indikasi semacam ini bukan hanya mengarah pada persoalan etis, tetapi juga menyentuh aspek fundamental mengenai batas tegas antara kewenangan legislatif—sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3)—dengan domain eksekutif yang menjadi pelaksana utama program. DPR RI, melalui mandat konstitusionalnya, memikul tiga fungsi inti: legislasi, penganggaran, dan pengawasan (oversight). Ketiganya didesain untuk menjaga keseimbangan antara pembentukan aturan, pengendalian fiskal, dan pengawasan jalannya pemerintahan agar tetap berada dalam koridor konstitusi dan kepentingan publik.
Ketua Bidang Hukum dan Politik Himpunan Aktivis Millenial Indonesia Faris menyatakan bahwa dugaan ini perlu dianalisis lebih dalam karena menyentuh aspek integritas kelembagaan negara dan kesehatan ekosistem demokrasi.
“Perlu ditegaskan bahwa DPR RI bukan entitas operasional. Ketika terdapat indikasi seorang anggota DPR mengambil peran dalam pengelolaan program yang pendanaannya bersumber dari APBN, maka telah terjadi asymmetry of power yang secara teoretis menimbulkan distorsi fungsi pengawasan.”
Menurutnya, fungsi legislatif memang dibekali kewenangan politik—melalui budgeting dan supervising—untuk memastikan jalannya program publik. Tetapi fungsi itu tidak dapat berubah menjadi fungsi pelaksana, karena akan menciptakan ketidakseimbangan relasi kekuasaan: satu pihak merumuskan kebijakan, sekaligus berada pada rantai operasional penerima manfaat dari kebijakan tersebut.
“Dalam literatur tata kelola, kondisi ini digolongkan sebagai institusional conflict of interest — di mana aktor yang memiliki kekuasaan untuk mengawasi justru berpotensi terlibat dalam aktivitas terawasi. Akibatnya, fungsi kontrol menjadi tumpul dan cenderung rawan diarahkan untuk pembenaran, bukan koreksi.”
Lebih jauh Faris menjelaskan bahwa keterlibatan legislatif dalam ranah eksekusi tidak hanya menabrak prinsip good governance, tetapi juga membuka celah penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 17–18 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, termasuk potensi pelanggaran Pasal 3 UU 31/1999 jo. 20/2001 tentang Tipikor apabila terdapat implikasi kerugian negara.
“Di sinilah letak masalahnya — adanya potensi patronase politik dalam program kesejahteraan yang mestinya diselenggarakan secara objektif, impersonal, dan non-partisan.”
Faris Kabid Hukum HAMI Menegaskan agar institusi yang berwenang untuk mengambil langkah kongkrit “Kami mendorong KPK, inspektorat, dan lembaga pengawasan terkait untuk melakukan audit struktural terhadap relasi antara lembaga MBG, penyelenggara lapangan, serta keterhubungan politik yang mungkin memengaruhi struktur pengelolaan dapur, jika persoalan ini terdapat pelanggaran atau penyelewengan yang dilakukan oleh yang bersangkutan Slamet Riyadi maka harus ada proses penegakan hukum sebagaimana Peraturan hukum yang berlaku . Langkah ini bukan sekadar tindakan hukum, tetapi upaya restoratif terhadap integritas tata kelola.”
banyak juga penyajian MBG dimadura yang tidak memenuhi standar Gizi, dan Faris juga menekankan bahwa inisiatif ini bukan tindakan politis, melainkan upaya akademis dan moral untuk memastikan bahwa penggunaan sumber daya publik tetap berada dalam kerangka mandat konstitusional.
“Program MBG dimadura saat ini sering kali ditemukan penyelewengan dalam penyajian yang tidak steril, makanan terdapat ulat, dan banyak penyajian makanan yang tidak memenuhi standart Gizi. Program MBG harus steril dari motif elektoral dan patronase kekuasaan. Pemerintah, legislatif, dan publik wajib memastikan hal itu.”


















