Jakarta – Puluhan mahasiswa asal Sulawesi Tenggara yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara Jakarta (Hima Sultra-Jakarta) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor pusat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang berlokasi di kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut kejelasan terkait janji pembangunan smelter di Kabupaten Konawe serta transparansi program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dinilai tidak pernah dirasakan oleh masyarakat setempat.
Koordinator aksi Tomi Dermawan menyampaikan bahwa PT Sulawesi Cahaya Mineral diduga kuat telah melakukan pembohongan publik terkait pembangunan smelter yang hingga kini tak kunjung terealisasi, meski perusahaan telah bertahun-tahun melakukan eksploitasi tambang nikel di wilayah Konawe.
“Sudah bertahun-tahun mereka beroperasi, tapi smelter yang dijanjikan tidak ada. Ini bentuk pembohongan publik dan penghianatan terhadap masyarakat Konawe,” tegas Tomi.
Ia juga menyoroti bahwa kuota RKAB PT SCM di Konawe mencapai sekitar 19 juta metrik ton, menjadikannya salah satu yang terbesar di Indonesia. Namun, besarnya kuota tersebut tidak berdampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Kuota tambang mereka luar biasa besar, tapi masyarakat sekitar tidak mendapat manfaat. Lapangan kerja minim, tenaga kerja lokal diabaikan,” ujar Tomi.
Selain menyoroti smelter, Hima Sultra-Jakarta juga menuding PT SCM tidak transparan dalam pelaksanaan program CSR. Menurut mereka, program tanggung jawab sosial yang seharusnya diberikan kepada masyarakat sekitar tambang, termasuk untuk pengembangan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi, justru tidak jelas penggunaannya.
“Kami mempertanyakan ke mana larinya dana CSR PT SCM. Masyarakat tidak tahu, pemerintah daerah pun seolah tutup mata. Padahal, CSR adalah kewajiban moral dan hukum bagi setiap perusahaan tambang,” jelas Tomi.
Ia menambahkan, hingga kini sekitar 200 mahasiswa asal Konawe yang menempuh pendidikan di Jakarta juga tidak pernah mendapatkan dukungan pendidikan atau beasiswa dari PT SCM, padahal mereka merupakan bagian dari generasi daerah yang ikut terdampak oleh aktivitas pertambangan di kampung halamannya.
“Kami mahasiswa Konawe di Jakarta tidak pernah merasakan manfaat CSR. Padahal itu bisa jadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masa depan daerah,” tegasnya.
Aksi damai tersebut sempat diwarnai tindakan represif aparat keamanan, ketika massa aksi mencoba memasuki ke gerbang kantor pusat PT SCM. Beberapa mahasiswa terlibat adu dorong dengan aparat, namun situasi berhasil diredam setelah koordinasi dilakukan oleh korlap aksi.
Hima Sultra-Jakarta juga menyesalkan sikap manajemen PT SCM yang enggan menemui massa aksi untuk berdialog secara terbuka.
“Kami datang dengan niat baik untuk berdialog, tapi mereka justru bersembunyi di balik pagar dan aparat. Ini bukti mereka tidak berani bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan di Konawe,” ujar Tomi dengan nada kecewa.
Mahasiswa mendesak Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Komisi VII DPR RI untuk turun tangan meninjau kembali aktivitas pertambangan PT SCM serta menindak tegas pelanggaran terhadap komitmen pembangunan smelter dan kewajiban CSR di Konawe.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada tanggapan, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar. Kami tidak akan berhenti sampai PT SCM bertanggung jawab terhadap rakyat Konawe,” tutup Tomi.


















