JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap para pengusaha penyedia bahan bakar minyak (BBM) swasta. Ia menolak permintaan impor tambahan BBM oleh operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta yang kehabisan stok, dengan alasan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang memiliki aturan jelas dalam pengelolaan sektor strategis.
“BBM ada yang bilang, yang ini habis, Pak. Yang ini habis, Pak. Lho, ini (minta) impor, negara ini negara hukum, ada aturan, bukan negara tanpa tuan,” ujar Bahlil dalam forum HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Jakarta, Senin (20/10/2025). Pernyataan ini muncul setelah beberapa SPBU swasta mengalami kekosongan pasokan BBM non-subsidi sejak Agustus lalu, dan meminta tambahan kuota impor dari pemerintah.
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah telah memberikan peningkatan kuota impor kepada SPBU swasta sebesar 110% dibanding 2024, namun sebagian badan usaha itu sudah menghabiskan kuotanya lebih cepat dari jadwal. Pemerintah, katanya, tidak akan menambah impor tanpa dasar yang sah karena sektor energi diatur oleh konstitusi. Ia menegaskan kembali bahwa cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk BBM, harus berada di bawah kendali negara sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Langkah Bahlil mendapat sorotan publik karena menunjukkan ketegasan yang jarang ditunjukkan oleh pejabat sebelumnya. Dalam situasi di mana tekanan bisnis dan politik sering kali mempengaruhi kebijakan energi, keberanian Bahlil menolak permintaan impor dianggap sebagai bentuk ketegasan yang melindungi martabat negara dan kepentingan rakyat. “Ini bentuk kepemimpinan yang jujur dan tegas, mengingatkan bahwa energi bukan sekadar komoditas, tapi kedaulatan,” kata Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, Rabu (22/10) di Jakarta.
Data dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menunjukkan adanya shifting konsumsi BBM sejak pertengahan tahun ini. Penjualan harian Pertalite atau BBM subsidi turun dari 81.106 kiloliter (KL) pada 2024 menjadi 76.970 KL di 2025, sedangkan penjualan BBM non-subsidi meningkat dari 19.061 KL menjadi 22.723 KL. Peningkatan ini menandakan naiknya daya beli masyarakat sekaligus berkurangnya beban kompensasi energi negara.
Direktur Jenderal Migas, Laode Sulaeman, mencatat bahwa kompensasi untuk BBM subsidi turun signifikan, dari proyeksi Rp48,9 triliun menjadi Rp36,3 triliun, sehingga negara menghemat sekitar Rp12,6 triliun. Meski begitu, lonjakan permintaan BBM non-subsidi menyebabkan sebagian SPBU swasta kekurangan pasokan. Pemerintah tetap menegaskan bahwa impor BBM tidak bisa dilakukan semaunya dan harus sesuai dengan kuota resmi yang telah ditetapkan.
Sikap tegas Menteri Bahlil dinilai menjadi contoh bagaimana pemerintah menegakkan regulasi tanpa pandang bulu. Di tengah situasi global yang tak menentu, pengelolaan energi menjadi ujian kedisiplinan dan wibawa negara. “Publik menilai Bahlil tampil dengan karakter pemimpin yang berani dan berintegritas, ini sinyal kuat bahwa sektor energi kembali punya arah yang jelas,” tutur Romadhon Jasn.
Bahlil juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang bermain di balik kebijakan impor BBM. Ia menyebut ada kemungkinan oknum yang menjadi perantara atau pelobi impor untuk kepentingan pribadi. “Udahlah untuk bangsa ini jangan kita main-main,” katanya dengan nada tegas. Ia meminta kader HIPMI dan pelaku usaha muda menjauhi praktik seperti itu dan fokus berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional.
Para pengamat menilai ketegasan Bahlil adalah bentuk keberanian politik dalam menegakkan konstitusi ekonomi. Dalam satu tahun kepemimpinan pemerintahan Prabowo–Gibran, sektor energi dinilai sebagai salah satu area yang paling stabil sekaligus strategis bagi kedaulatan nasional. Konsistensi pengawasan terhadap impor dan distribusi energi menjadi fondasi bagi ketahanan ekonomi ke depan.
“Langkah seperti ini bukan sekadar retorika, tapi penegasan bahwa martabat bangsa terletak pada kemampuannya mengatur sumber daya sendiri. Bahlil menunjukkan keberanian yang jujur dan langka, dan publik melihat itu sebagai wujud nyata pemimpin yang berdiri untuk negaranya,” tutup Romadhon Jasn.