Satu tahun sudah kapal pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berlayar. Ombak kritik memang datang, tetapi haluan tampak terjaga. Pemerintahan ini mulai menemukan irama kerjanya antara keberanian mengambil keputusan dan kesadaran menata ulang cara lama. Bagi sebagian orang, capaian setahun ini mungkin belum spektakuler. Namun bagi bangsa sebesar Indonesia, menjaga arah di tengah gelombang justru adalah prestasi tersendiri.
Survei Poltracking Indonesia mencatat tingkat kepuasan publik sebesar 78,1 persen. Angka itu bukan sekadar statistik, tetapi cermin kepercayaan masyarakat terhadap arah kepemimpinan nasional. Sebaliknya, lembaga riset CELIOS memberi rapor lebih keras, dengan nilai rata-rata hanya 3 dari 10. Dua potret berbeda ini bukan pertentangan, melainkan dinamika wajar: di negeri yang besar dan beragam, optimisme dan kehati-hatian memang harus berjalan berdampingan.
Pemerintahan ini datang dengan visi besar Asta Cita, dan dalam setahun, benih-benihnya mulai tumbuh. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menjangkau jutaan anak sekolah, menjadi wujud nyata janji menyehatkan generasi bangsa. Kasus insidental seperti keracunan di beberapa daerah memberi pelajaran penting bahwa kebijakan baik pun butuh pengawasan. Namun semangat dasarnya tak bisa disangkal: negara hadir dengan cara paling sederhana menyediakan makanan sehat bagi anak-anaknya.
Di bidang ekonomi, arah hilirisasi terus dikuatkan. Pembatasan ekspor bahan mentah menekan ketergantungan pada pasar luar negeri dan memperkuat industri dalam negeri. Pertumbuhan tetap stabil di tengah perlambatan global, menandakan fondasi ekonomi mulai berdiri di atas kaki sendiri. Lapangan kerja memang masih menjadi tantangan, tetapi seperti diingatkan banyak ekonom, “menanam sistem sering kali tak terlihat hasilnya, sampai buahnya benar-benar masak.”
Di sisi fiskal, stabilitas juga terjaga. Pemerintah mampu menahan defisit di bawah tiga persen dan menjaga nilai rupiah tetap stabil di tengah fluktuasi global. Kebijakan anggaran yang hati-hati menjadi penopang utama bagi keberlanjutan program sosial dan investasi publik. Namun pertumbuhan bukan hanya soal angka, melainkan kemampuan negara menyeimbangkan neraca dan nurani antara kestabilan fiskal dan keberpihakan sosial. Dalam konteks itu, arah ekonomi satu tahun terakhir memberi alasan untuk optimisme yang rasional.
Energi dan sumber daya menjadi sorotan tersendiri. Pemerintah memilih jalan panjang: memperkuat produksi nasional, mengurangi impor, dan menjaga harga tetap wajar. Langkah yang tidak selalu populer, tapi mulai terasa manfaatnya. Di balik kebijakan itu, ada visi besar: kemandirian energi bukan hanya soal pasokan minyak, melainkan juga soal harga diri bangsa di tengah ketegangan geopolitik global.
Sektor perlindungan tenaga kerja juga menunjukkan kemajuan. Kementerian P2MI memperkenalkan integrasi data pekerja migran dan memperkuat pendidikan vokasi. Bagi sebagian orang, itu mungkin sekadar inovasi administratif. Namun bagi jutaan pekerja Indonesia di luar negeri, sistem ini berarti kepastian bahwa negara tahu di mana mereka berada dan siap menolong bila terjadi masalah.
Dalam setahun ini, wajah pemerintahan Prabowo–Gibran tampak berubah. Dari kabinet yang semula terlihat gemuk, kini ritmenya mulai lebih efisien. Birokrasi belajar menyesuaikan diri dengan gaya kerja yang cepat dan terukur. Tidak semua langkah sempurna, tapi arah sudah jelas: menomorsatukan hasil di atas citra.
Kritik tentu tetap ada, dan justru perlu dijaga. Di bidang HAM dan lingkungan, masyarakat sipil masih menunggu langkah yang lebih berani. Transparansi proyek Ibu Kota Nusantara dan konsistensi pemberantasan korupsi masih menjadi catatan. Namun dalam politik yang sehat, koreksi bukan ancaman, ia bagian dari perjalanan menuju perbaikan dan kedewasaan.
Tahun pertama pemerintahan ini bisa disebut sebagai masa tanam sistem: periode ketika arah kebijakan mulai menemukan bentuk dan kepercayaan publik mulai tumbuh kembali. Stabilitas sosial yang terjaga menjadi modal penting bagi langkah berikutnya. Tantangannya kini bukan lagi membangun visi, tetapi menjaga konsistensi di tengah tekanan kepentingan dan waktu.
Langkah ke depan perlu diarahkan pada tiga hal utama: memperkuat pengawasan publik terhadap program sosial, memperluas lapangan kerja melalui vokasi dan UMKM, serta membuka ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri; kepercayaan rakyat hanya tumbuh bila mereka merasa ikut di dalam prosesnya.
Setahun pemerintahan Prabowo–Gibran menunjukkan arah yang menenangkan: fondasi mulai kokoh, sistem mulai bekerja, dan keberpihakan sosial semakin terasa. Mungkin belum semua janji tercapai, tetapi kerja nyata sudah mulai menjelma. Perubahan besar tidak lahir dari kecepatan, melainkan dari kesabaran menapaki jalan panjang. Karena bangsa besar tidak diukur dari seberapa cepat ia berlari, melainkan dari ketekunannya menjaga langkah tetap di arah yang benar.
⸻
✍️ Penulis: Romadhon Jasn
Aktivis Nusantara
















