Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha 2025 728x250
APOLEKSOSBUD

RDMP Jalan, Subsidi LPG Tersendat: Salah Data atau Kurang Koordinasi?

84
×

RDMP Jalan, Subsidi LPG Tersendat: Salah Data atau Kurang Koordinasi?

Sebarkan artikel ini

Energi

Iklan 468x60

JAKARTA, detikj – Publik dikejutkan oleh pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di DPR bahwa harga asli LPG 3 kilogram (kg) mencapai Rp42.750 per tabung. Pemerintah, kata Purbaya, harus menanggung subsidi sekitar Rp30.000 agar masyarakat bisa membeli seharga Rp12.750. Pernyataan ini memantik polemik baru soal beban subsidi energi yang pada 2024 membengkak hingga Rp102,7 triliun akibat ketergantungan impor yang mencapai 60 persen kebutuhan nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merespons dengan hati-hati. Ia menduga Menkeu salah membaca data karena belum mendapat masukan lengkap dari tim teknis. “Itu mungkin Menkeunya salah baca data. Biasalah, mungkin butuh penyesuaian. Saya tidak bisa tanggapi berlebihan. Data subsidi LPG masih dalam pematangan bersama BPS,” ujar Bahlil di Kantor BPH Migas, Kamis (2/10).

Iklan 300x600

Bahlil menekankan integrasi data LPG subsidi ke Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) masih berlangsung. Tujuannya agar subsidi lebih tepat sasaran. Saat ini konsumsi LPG 3 kg nasional mencapai 8,2 juta ton per tahun, dengan 70 persen pasokan bergantung pada impor. Tanpa perbaikan tata kelola, beban APBN bisa semakin berat dan membuka ruang kebocoran distribusi.

Baca Juga :  Yossi S Manoppo Hadiri Silaturahmi Cawagub Sulut DR Victor Mailangkay ke Tokoh BMR di Kotamobagu

Menurut Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, polemik ini seharusnya tidak terjadi bila koordinasi lintas kementerian berjalan rapi. “Pernyataan Menkeu Purbaya berbasis data fiskal yang valid, tapi kesalahpahaman bisa dihindari dengan briefing rutin antar-menteri. Publik berhak mendapat narasi tunggal agar tidak bingung,” ujarnya kepada awak media detikj, Jumat (3/10) di Jakarta.

Romadhon menambahkan, subsidi LPG sejatinya dirancang untuk melindungi 50 juta keluarga miskin melalui 14.000 pangkalan. Namun, kebocoran penyaluran masih sekitar 20 persen. “Sinkronisasi data lewat DTSEN berbasis NIK harus dipercepat. Kalau tidak, subsidi Rp30.000 per tabung bisa terus jadi celah penyalahgunaan dan merugikan rakyat kecil,” katanya.

Selain LPG, Menkeu juga menyinggung subsidi energi lain: solar dijual Rp6.800 per liter meski harga asli Rp11.950, Pertalite Rp10.000 dari Rp11.700, dan minyak tanah Rp2.500 dari Rp11.150. Angka-angka ini menegaskan betapa beratnya beban fiskal. “Tanpa strategi pengurangan impor, subsidi akan terus jadi bom waktu APBN,” tegas Romadhon, menyoroti sisi struktural kebijakan.

Baca Juga :  Kritik ISESS terhadap Kapolri Dinilai Tidak Objektif dan Kurang Berdasarkan Data

Situasi ini juga menyimpan risiko sosial. Publik bisa salah paham dan mengira harga LPG akan dinaikkan dalam waktu dekat. “Kalau komunikasi tidak rapi, rakyat bisa panik. Pemerintah harus menjelaskan bahwa subsidi tetap ada, hanya mekanisme penyalurannya yang diperbaiki,” ujar Romadhon, mengingatkan kekwatiran kembali akan terjadi potensi gejolak krisis BBM.

Di sisi lain, Pertamina memberikan jawaban atas kritik Menkeu terkait lambatnya pembangunan kilang. Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan kini mencapai progres 96,5 persen dan memasuki tahap uji coba peralatan. Proyek senilai Rp140 triliun itu akan menambah kapasitas kilang dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000, sekaligus meningkatkan kualitas produk BBM ke standar Euro 5.

“RDMP Balikpapan membuktikan eksekusi lapangan berjalan solid. Kritik memang penting, tapi harus didasarkan data terkini agar publik tidak salah paham. Ini bukan soal malas, tapi soal sinkronisasi kebijakan,” kata Romadhon. Ia menekankan RDMP berpotensi menghemat devisa impor Rp20 triliun per tahun melalui peningkatan produksi LPG domestik.

Proyek ini juga selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya target swasembada energi. Pembangunan kilang diproyeksikan mengurangi impor BBM dari 60 persen menjadi 40 persen dalam tiga tahun. “Presiden butuh tim solid, bukan adu data terbuka di publik. Kritik harus membangun, agar subsidi tidak sekadar beban tapi investasi untuk kedaulatan energi,” pungkas Romadhon

Baca Juga :  Upah 7 Bulan belum dibayarkan, Karyawan RS Kartika Pulo Mas Tuntut Haknya

“Yang ditunggu rakyat sederhana saja: data subsidi yang sinkron, kebijakan yang transparan, dan pembangunan energi yang berjalan tanpa polemik. Jika itu terwujud, subsidi tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan investasi untuk kedaulatan bangsa. Arah Presiden Prabowo dalam Asta Cita menekankan swasembada energi; publik berharap jajaran pemerintah menjaga kompak, agar program besar itu tidak terganggu oleh salah komunikasi.”

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!