Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Iklan 728x250
EKONOMI

Surplus di Gudang, Mahal di Pasar: Gagalnya Tata Kelola Beras Nasional

427
×

Surplus di Gudang, Mahal di Pasar: Gagalnya Tata Kelola Beras Nasional

Sebarkan artikel ini
Iklan 468x60

JAKARTA– Pemerintah kembali menghadirkan paradoks dalam urusan pangan. Di satu sisi, Menteri Pertanian dengan penuh percaya diri menyebut produksi beras nasional mengalami surplus. Di sisi lain, harga beras di pasar tetap melambung tinggi, jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Rakyat pun bertanya-tanya: apakah surplus ini nyata di lapangan atau sekadar angka di atas kertas?

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) bahkan sempat mengusulkan agar harga beras Bulog dinaikkan, dengan alasan menyesuaikan kondisi pasar. Untungnya, Bulog menolak usulan itu karena jelas akan memperburuk situasi. Ironi semakin terlihat: lembaga negara yang seharusnya melindungi konsumen justru melempar wacana yang mengancam daya beli rakyat kecil. Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang sebenarnya dilindungi, rakyat atau pasar?

Iklan 300x600

Harga beras medium kini menembus Rp14.000 per kilogram, padahal HET hanya Rp10.900. Bulog mengaku stok cukup, pemerintah mengaku produksi tinggi, tetapi kenyataan di pasar tetap pahit. Kontradiksi ini menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola distribusi dan pengawasan. Bila surplus benar adanya, maka logikanya harga harus terkendali. “Jika tidak, maka jelas ada yang salah dan sengaja dibiarkan. Situasi ini tak hanya soal teknis, melainkan cermin kegagalan kebijakan yang harus segera dievaluasi, “tegas Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, Senin (1/8/2025)

Baca Juga :  Presiden Prabowo Ambil Alih Penyelesaian 4 Pulau Aceh–Sumut, Harapan Baru Terbuka

Kebijakan pangan pemerintah kini ibarat sandiwara angka. Masyarakat disuguhi klaim panen raya dan stok melimpah, tetapi fakta di pasar tidak sesuai. Publik akhirnya menaruh curiga: apakah ini akibat lemahnya koordinasi antar lembaga, atau justru permainan mafia yang dilindungi oleh kebijakan setengah hati. Jika kondisi ini dibiarkan, maka harga pangan akan selalu menjadi alat spekulasi yang merugikan rakyat kecil.

Presiden harus menyadari bahwa urusan beras bukan sekadar hitung-hitungan produksi. Lebih penting adalah memastikan keterjangkauan di pasar. Apa artinya gudang Bulog penuh, jika harga tidak pernah turun? Apa artinya klaim surplus, bila rakyat tetap merogoh kocek lebih dalam untuk kebutuhan pokok? Krisis kepercayaan bisa muncul bila pemerintah terus berbicara angka tanpa menjawab kenyataan di lapangan.

Baca Juga :  BI Siap Turunkan Suku Bunga, FORMASI Keuangan: Apakah UMKM Kebagian?

Pemerintah tidak boleh membiarkan perdebatan sektoral antara Menteri Pertanian, Bapanas, dan Bulog tanpa arah yang jelas. Rakyat tidak membutuhkan narasi saling lempar wacana, melainkan solusi konkret. “Evaluasi keras terhadap lembaga pangan harus segera dilakukan. Jika tidak, maka krisis pangan akan berubah menjadi krisis kepercayaan, “jelas Romadhon Jasn.

Pemerintah harus berani memutus rantai permainan harga yang selama ini membelit distribusi beras. Kartel pangan tidak boleh terus bersembunyi di balik dalih mekanisme pasar. Bila negara kalah di tangan para spekulan, maka rakyat yang menanggung akibatnya. Inilah saatnya Presiden turun tangan, mengambil langkah tegas yang berpihak pada rakyat.

Sudah terlalu lama publik dipaksa hidup dalam paradoks: surplus di laporan, mahal di kenyataan. Gudang penuh, tetapi dapur rakyat tetap sepi. @Paradoks semacam ini adalah bentuk kegagalan negara dalam menjalankan amanat konstitusi untuk menyejahterakan rakyat. Pemerintah tidak boleh lagi menutup mata atas penderitaan masyarakat kecil akibat mahalnya harga pangan, “kata Romadhon Jasn.

Baca Juga :  Hidrogen: Langkah Rasional Menuju Kedaulatan Energi Indonesia

Krisis beras hari ini seharusnya menjadi momentum untuk perombakan serius. Evaluasi menyeluruh terhadap jajaran kementerian dan lembaga pangan seperti Bapanas tidak bisa ditunda lagi. “Jika negara ingin mendapatkan kembali kepercayaan rakyat, maka keberanian politik harus ditunjukkan dengan kebijakan yang nyata. Surplus tidak boleh lagi berhenti sebagai slogan, tetapi harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat, “tutup Romadhon Jasn.

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!