Jakarta, detikj– PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk resmi melepas segmen layanan ritel IndiHome sepenuhnya ke anak usahanya, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), sebagai bagian dari restrukturisasi bisnis Fixed Mobile Convergence (FMC). Langkah ini dinilai sebagai strategi menyatukan layanan seluler dan internet rumah dalam satu platform terpadu. Namun, publik bertanya: apakah ini efisiensi bisnis semata atau justru menambah jarak antara konsumen dan kepastian layanan?
Perpindahan ini disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Telkom yang berlangsung awal Juni 2025. Telkom menyatakan bahwa pengalihan lini ritel bertujuan untuk memperkuat fokusnya pada sektor business-to-business (B2B), infrastruktur digital, dan pengembangan data center. Sebaliknya, Telkomsel kini memikul tanggung jawab besar sebagai wajah langsung layanan ke pelanggan rumahan dan individu.
Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, menyebut langkah ini strategis jika dijalankan dengan tata kelola yang kuat dan menjaga kepercayaan pelanggan. “Transisi model bisnis ini berisiko jika pelanggan merasa kehilangan kendali atas layanan yang mereka bayar. Transparansi dan responsif menjadi kunci,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (17/6).
Di media sosial, muncul sejumlah keluhan dari pelanggan IndiHome terkait perpindahan sistem dan layanan yang dinilai tidak mulus. Mulai dari gangguan teknis, perubahan tagihan, hingga ketidakjelasan layanan after-sales. Telkomsel memang berpengalaman di segmen seluler, namun pelanggan rumah memiliki ekspektasi layanan yang lebih stabil dan personal.
Romadhon menambahkan bahwa kepercayaan pelanggan dibangun dari konsistensi kualitas dan keterbukaan informasi. “Telkom dan Telkomsel harus memperkuat literasi digital pelanggan soal hak dan kewajiban mereka pasca integrasi ini. Jangan ada ruang abu-abu dalam kontrak layanan,” katanya.
Di sisi lain, analis menilai langkah Telkom sebagai keniscayaan dalam menghadapi kompetisi pasar telekomunikasi yang makin padat. Dengan melepaskan IndiHome, Telkom bisa fokus mengembangkan digital backbone nasional dan mendukung pertumbuhan sektor strategis seperti pusat data dan jaringan 5G.
Namun, Romadhon mengingatkan bahwa kecepatan inovasi tidak boleh mengorbankan aspek keberlanjutan layanan publik. “Telkom tetap BUMN. Maka semangat pelayanan publik harus tetap jadi jiwa, bukan semata laba,” tuturnya.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, sebelumnya menyatakan bahwa integrasi layanan ini akan mendukung efisiensi infrastruktur nasional dan memperluas jangkauan internet cepat. Namun, belum ada pernyataan resmi tentang mekanisme perlindungan hak konsumen di tengah masa transisi tersebut.
Romadhon menegaskan bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam evaluasi pasca pengalihan layanan. “Publik bukan hanya pengguna, tetapi juga pemilik sah BUMN melalui negara. Maka aspirasi pelanggan harus didengar,” pungkasnya.
Langkah Telkom melepas IndiHome memang bisa membuka peluang konsolidasi digital yang lebih efisien. Namun, transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pelayanan publik tetap harus menjadi jangkar utama agar kepercayaan pelanggan tidak ikut lepas.