Jakarta, detikj,-Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup fase seratus hari pertama kepemimpinan Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Doel dengan sederet program prioritas yang berjalan cepat. Dari akses transportasi publik gratis hingga layanan kesehatan inovatif, berbagai inisiatif digulirkan. Namun sejumlah tantangan tata kelola, keadilan sosial, dan kesiapan infrastruktur masih menunggu penyempurnaan.
Transportasi massal kini digratiskan bagi pemegang KJP Plus dan 15 golongan rentan. Layanan TransJakarta, MRT, dan LRT bebas biaya, diharapkan mengalihkan beban warga miskin dari kendaraan pribadi. Skema ini telah meringankan biaya harian ribuan keluarga, meski sinergi rute ke pinggiran kota masih perlu diperkuat.
Jaringan Masyarakat Madura Jakarta (JAMMA), yang sejak Pilkada DKI 2024 tergabung sebagai relawan tim Pramono–Doel, menyambut positif langkah tersebut. Ketua Umum JAMMA, Edi Homaidi, mengatakan, “Kami bangga menjadi bagian gerakan perubahan. Kini saatnya memastikan janji bukan hanya tercatat, tapi benar‑benar dirasakan di lapangan” katanya ke awak media, Jumat (30/5)
Di bidang kesehatan, program Pasukan Putih untuk lansia dan penyandang disabilitas berat serta JakCare, layanan konsultasi kesehatan mental 24 jam gratis, telah melayani lebih dari 5.000 pasien di berbagai kelurahan. Kecepatan respons dan jangkauan mobile unit diapresiasi, tetapi target wilayah padat seperti Koja dan Tanjung Priok masih memerlukan penambahan tenaga medis dan armada.
Ruang publik juga mengalami metamorfosis. Lima taman kota, termasuk Tebet Eco Park dan Lapangan Banteng, kini buka 24 jam untuk mendukung aktivitas warga. Aplikasi JAKI semakin terintegrasi—menghubungkan JakAmbulans, JakCare, JakLingko—meski literasi digital di kelurahan pinggiran masih menjadi kendala utama yang harus diatasi.
Program “Quick Wins” lain, seperti job fair di 44 kecamatan, pemutihan ijazah tertunda, bank sampah, dan gerakan GEMPAR, menunjukkan semangat inovasi. Namun survei internal JAMMA menemukan hampir setengah calon peserta job fair belum menerima informasi yang memadai. Ini menegaskan kebutuhan media penyuluhan dan kolaborasi dengan komunitas lokal.
Di ranah regulasi, rencana pembentukan badan investasi kota masih terhambat proses perundangan, sementara pemasangan 100 % CCTV RT/RW baru mencapai 1.500 unit. Program sarapan pagi gratis bergeser menjadi “Kantin Sehat Jakarta Cerdas” dengan cakupan terbatas. Koordinasi antar‑OPD perlu dipercepat untuk memenuhi target-target tersebut.
Isu konektivitas pinggiran tetap menjadi pekerjaan rumah. Meskipun Electronic Road Pricing (ERP) siap digulirkan, insentif beralih moda angkutan tidak akan optimal tanpa perluasan rute TransJakarta dan feeder MRT di kawasan seperti Cakung, Cilincing, dan Kalideres. JAMMA menekankan perlunya pengujian sosial dan subsidi khusus sebelum ERP berlaku.
Edi Homaidi menegaskan empat catatan kritis: penetapan tarif ERP di kisaran Rp 10.000–13.000 agar adil; alokasi 100 % pendapatan ERP untuk subsidi transportasi publik; keringanan bagi ojek online dan pedagang kecil; serta ekspansi infrastruktur angkutan umum. “Tanpa ini, kebijakan besar bisa menjadi beban rakyat kecil,” ujarnya.
Seratus hari pertama adalah babak pembuka. JAMMA mendesak dibentuknya forum evaluasi berkala dengan partisipasi masyarakat sipil, pakar transportasi, dan perwakilan komunitas akar rumput. Dengan akuntabilitas dan transparansi, Jakarta tak hanya meraih capaian cepat, tetapi juga membangun fondasi inklusif, berkelanjutan, dan berdaya bagi seluruh warganya.