Detikj,- Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menargetkan penempatan 500.000 pekerja migran Indonesia (PMI) berkualitas pada tahun 2026. Target besar ini merupakan bagian dari “quick wins” Presiden Prabowo Subianto untuk menekan pengangguran, mengoptimalkan bonus demografi, dan memperbesar kontribusi ekonomi melalui remitansi.
Menteri PPMI Mukhtarudin mengumumkan target tersebut usai melepas 40 wellness therapist (terapis kebugaran) di Balai Diklat Industri Kemenperin, Denpasar, Kamis (4/12). Ia menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas tenaga kerja menjadi fondasi penting untuk menjawab kebutuhan pasar global. “Quick wins 500 ribu untuk 2026. Reguler kita 250 ribuan, ditambah quick wins jadi total bisa mencapai 700 ribu,” ujarnya optimistis.
Dari total tersebut, sebanyak 300 ribu tenaga kerja direncanakan berasal dari lulusan SMK melalui program SMK Go Global, sementara 200 ribu sisanya berasal dari lulusan D1 hingga SMA. Semua calon PMI akan melalui pelatihan intensif bahasa asing, soft skill, hingga sertifikasi profesional sesuai kebutuhan negara tujuan.
Menurut Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, target besar ini menunjukkan perubahan paradigma migrasi tenaga kerja Indonesia. “PPMI bergerak dari pola penempatan biasa menjadi pembangunan SDM profesional. Ini bukan hanya soal mengirim tenaga kerja, tetapi menciptakan tenaga global yang dihargai karena kompetensinya,” terang Romadhon kepada awak media, Sabtu (6/12).
Sepanjang 2025, PPMI tercatat telah menempatkan 260 ribu PMI — melampaui target 259 ribu. Capaian ini menjadi titik pijak untuk bergerak lebih agresif pada 2026, terutama karena kebutuhan tenaga profesional Indonesia di luar negeri semakin meningkat. Data Kementerian PPMI menunjukkan terdapat 350 ribu lowongan luar negeri yang belum terisi, dari sektor perawatan lansia, hospitality, teknik, hingga layanan kebugaran.
Di sisi lain, pemerintah menempatkan percepatan pelatihan sebagai prioritas. PPMI bekerja sama dengan balai latihan kerja, politeknik, dan SMK di seluruh Indonesia untuk menyiapkan lulusan siap kerja dalam waktu singkat. Model pelatihan terintegrasi ini diyakini mampu mengisi 80 persen peluang pasar global yang selama ini belum tersentuh.
Dari perspektif ekonomi nasional, strategi ini selaras dengan visi Presiden Prabowo yang menargetkan peningkatan signifikan remitansi PMI. Tahun ini saja, remitansi diperkirakan mencapai Rp 170 triliun. Jika target 2026 terpenuhi, angka tersebut berpotensi meningkat tajam, memperkuat ketahanan ekonomi keluarga PMI dan daerah asal mereka.
Menurut Romadhon Jasn, keberhasilan program ini sangat bergantung pada perlindungan PMI dari hulu ke hilir. “Kualitas harus berjalan bersamaan dengan perlindungan. PMI profesional memerlukan perlindungan profesional. Jika dua hal ini dijaga, Indonesia bisa menjadi salah satu global labor hub di Asia,” tegasnya.
Dukungan pemerintah daerah juga mengalir. Beberapa provinsi seperti NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTT telah menandatangani MoU untuk memperbanyak kuota pelatihan dan penyediaan calon PMI formal. Model kolaborasi pusat-daerah ini diharapkan menciptakan standar baru pengembangan tenaga kerja Indonesia.
Dengan target 500 ribu hingga 700 ribu PMI berkualitas pada 2026, Kementerian PPMI menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja bukan lagi solusi jangka pendek, melainkan kebijakan pembangunan manusia yang terarah. Transformasi ini menandai era baru: tenaga kerja Indonesia tidak hanya hadir di pasar global, tetapi hadir sebagai tenaga profesional yang membawa martabat dan devisa bagi negara.


















