Jakarta, 16 Agustus 2025 β Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM NUSANTARA) Wilayah DKI Jakarta menggelar aksi simbolik bertajuk βMerdeka, Untuk Siapa?β.
Aksi ini berlangsung di Jl. Pramuka, Jakarta Timur, dengan menghadirkan simbol-simbol perlawanan berupa bendera hitam bertanda tanya, prosesi bakar lilin membentuk angka 80, serta diiringi orasi-orasi, pembacaan puisi, dan pernyataan sikap mahasiswa.
Dalam refleksinya, BEM Nusantara DKI Jakarta menegaskan bahwa meski delapan dekade sudah bangsa ini merdeka, realitas sosial masih jauh dari cita-cita kemerdekaan:
β’ Politik masih dikuasai elit, demokrasi terjebak dalam transaksionalisme.
β’ Sosial dan budaya dipenuhi intoleransi dan diskriminasi.
β’ Agama sering dipolitisasi.
β’ Ekonomi hanya menguntungkan oligarki, sementara rakyat kecil tetap terpinggirkan.
β’ Lingkungan dirusak oleh investasi, rakyat kehilangan sumber hidup.
β’ Hukum tetap timpang: tajam ke bawah, tumpul ke atas. RKUHAP harus dibahas dengan partisipasi bermakna dari berbagai elemen, terutama mahasiswa; RUU Perampasan Aset tak kunjung disahkan; dan RUU Masyarakat Adat hanya tinggal kenangan.
β’ HAM masih dilanggar, penyelesaian kasus masa lalu terbengkalai, aktivis dibungkam.
β’ Represivitas negara masih jadi wajah sehari-hari lewat pentungan, gas air mata, dan jeruji besi.
Koordinator Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta, Piere Lailossa, menegaskan bahwa kemerdekaan tidak boleh hanya dipahami sebagai seremoni tahunan atau simbol pengibaran bendera.
βKemerdekaan sejati berarti bebas dari penindasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan pelanggaran HAM. Jika rakyat masih tertindas, maka pertanyaannya: Merdeka untuk siapa?β ujarnya.
Melalui pernyataan sikapnya, BEM Nusantara DKI Jakarta menuntut negara untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, memperluas partisipasi publik dalam pembahasan RKUHAP, segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Adat, serta menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Aksi simbolik ini ditutup dengan pembacaan puisi, orasi-orasi perlawanan, dan pernyataan sikap mahasiswa yang menggema di jalanan ibu kota dengan satu pertanyaan mendasar:
MERDEKA, UNTUK SIAPA?