JAKARTA, detikj – Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, menanggapi survei Litbang Kompas yang menyebut 68,6 persen responden khawatir atas potensi tumpang tindih kewenangan TNI di lembaga sipil, Jumat (28/3/2025). Menurutnya, kekhawatiran ini berlebihan dan lebih didorong trauma sejarah ketimbang fakta terkini.
Romadhon menegaskan, aturan hukum sudah membatasi peran TNI. UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Perpres No. 148/2024 jelas mengatur bahwa prajurit aktif hanya boleh masuk jabatan sipil tertentu, seperti Sesmilpres, yang relevan dengan tugas pertahanan. “Ini bukan dwifungsi baru, tapi penyesuaian tugas profesional,” katanya di Jakarta.
Survei itu, lanjut Romadhon, juga menunjukkan 31,4 persen responden tak khawatir—angka yang signifikan. Ia menilai ini mencerminkan adanya publik yang paham konteks. “Fakta bicara: TNI modern tak lagi haus kuasa seperti era Orde Baru. Citra positif mereka 94,2 persen per Januari 2025 menurut Litbang Kompas bukti nyata,” ungkapnya.
Ia menyoroti pernyataan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak yang menolak narasi politisasi TNI. Maruli tegas menyebut fokus TNI adalah kedaulatan negara, bukan politik praktis. “Ini sinkron dengan revisi UU TNI yang disahkan 20 Maret 2025. Aturannya diperbarui untuk efisiensi, bukan ekspansi,” jelas Romadhon.
Gagas Nusantara melihat peluang besar dari keterlibatan TNI di ranah sipil. Romadhon menyebut kompetensi militer—like disiplin dan analisis strategis—bisa jadi solusi di sektor krusial, misalnya penanganan bencana atau keamanan siber. “Ini simbiosis, bukan ancaman,” tegasnya.
Menurut Romadhon, ketakutan akan intervensi militer lebih banyak lahir dari kurangnya pemahaman. Ia menunjuk data survei yang menyebut 34,5 persen responden tahu revisi UU TNI. “Artinya, yang takut mungkin tak baca substansinya. Edukasi publik kuncinya,” ujarnya.
Ia juga menyinggung pentingnya pengawasan ketat. Gagas Nusantara mendorong transparansi dalam penempatan TNI agar sesuai koridor hukum. “Kita bisa belajar dari Omnibus Law yang Bamsoet usul untuk BPN—cepat, terintegrasi, dan diawasi. Model ini bisa diterapkan di sini,” katanya.
Romadhon optimistis, peran TNI di lembaga sipil bukan langkah mundur, melainkan lompatan cerdas menuju tata kelola modern. “TNI hari ini haus kontribusi, bukan dominasi. Dengan pagar demokrasi yang kuat, ini jadi kekuatan baru Indonesia,” tuturnya.
Gagas Nusantara mengajak publik beralih dari pesimisme ke kolaborasi. Romadhon berharap masyarakat dukung langkah ini demi kemajuan bersama. “Sejarah ajarkan kita waspada, tapi fakta ajak kita melangkah. TNI dan sipil bisa bersinergi untuk bangsa,” pungkasnya.