Jakarta, 11 November 2025 – Forum Pemerhati Kebijakan Publik (Formatik) menggelar Diskusi Publik bertajuk “Refleksi Satu Tahun Prabowo–Gibran dan Momentum Hari Pahlawan: Menanamkan Rasa Nasionalisme” di Warung Pojok Rawamangun, Jakarta Timur.
Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar seratus aktivis muda dari berbagai kampus di Jakarta serta lintas organisasi kepemudaan.
Memasuki tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, publik mulai menagih realisasi visi besar Asta Cita yang dijanjikan dalam kampanye. Salah satu indikator awal keberhasilan pemerintahan dapat dilihat dari kemampuan menerjemahkan janji tersebut ke dalam postur dan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga semester I 2025, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.210 triliun (40,3% dari target), sementara belanja negara sebesar Rp1.407 triliun.
Meskipun angka ini menunjukkan stabilitas fiskal, arah penggunaan anggaran masih menjadi sorotan, terutama dalam memastikan keselarasan dengan delapan misi Asta Cita—seperti peningkatan ketahanan pangan, pemerataan pembangunan, dan penguatan sumber daya manusia.
Ketua Bidang Politik DPP KNPI, Aridho Pamungkas, menyampaikan bahwa perhatian utama kalangan mahasiswa dan pemuda tertuju pada alokasi nyata anggaran bagi pengembangan SDM muda, wirausaha, pendidikan vokasi, dan lapangan kerja produktif.
> “Banyak program yang diklaim berpihak pada generasi muda masih berhenti di tataran retorika tanpa indikator outcome yang jelas,” ujar Aridho.
Ia melanjutkan bahwa transparansi dan pemantauan publik terhadap program seperti beasiswa, magang industri, dan dukungan UMKM pemuda masih terbatas dan perlu diperkuat.
Selain evaluasi teknokratis, refleksi ini juga membawa pesan moral dalam momentum Hari Pahlawan 10 November.
Semangat Presiden Soeharto dalam swasembada pangan menjadi inspirasi tentang ketahanan nasional yang terukur dan berbasis kemandirian.
Keteladanan Syaikhona Kholil menegaskan pentingnya pendidikan karakter dan spiritualitas dalam membangun generasi.
Sementara nilai toleransi Gus Dur serta perjuangan Marsinah mengingatkan bahwa pembangunan harus berpihak pada kemanusiaan, keadilan sosial, dan perlindungan terhadap kaum lemah.
Mahasiswa dan pemuda menegaskan bahwa keberhasilan pemerintahan tidak hanya diukur dari stabilitas fiskal, melainkan dari realisasi konkret program yang menyentuh kehidupan rakyat muda.
Pemerintah diminta untuk membuka data secara transparan, memperkuat akuntabilitas program lintas kementerian, dan memastikan semangat Asta Cita benar-benar hadir dalam bentuk kesempatan, pekerjaan, dan ruang partisipasi nyata bagi generasi penerus bangsa.
> “Asta Cita harus diterjemahkan ke angka — bukan sekadar slogan,” tutup Aridho dalam forum dialog tersebut.


















