DETIKDJAKARTA.COM –
Kabar duka dari Tanah Air mengguncang dunia. Duka mendalam dunia menguar, khususnya komunitas persepakbolaan, setelah kerusuhan pertandingan sepak bola Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022.
Hingga pukul 18.00 WIB kemarin tercatat sebanyak 174 korban tewas, dan ratusan lainnya lainnya luka-luka. Kerusuhan juga mengakibatkan kerusakan sejumlah fasilitas Stadion Kanjuruhan. Kendaraan milik kepolisian dirusak dan dibakar massa yang kalap.
Kerusuhan terjadi seusai Persebaya mengandaskan harapan Arema FC dengan skor 3-2.
Kemenangan Persebaya ialah sejarah manis bagi tim tamu. Untuk kali pertama Persebaya menang atas ‘Tim Singo Edan’ di Stadion Kanjuruhan setelah penantian 23 tahun. Kemenangan ini tanpa dihadiri oleh pendukung Persebaya.
Kontan saja pendukung Arema meradang. Kekalahan tim kesayangannya terlebih di kandang sendiri sungguh menyakitkan. Sejumlah suporter meluapkan kekecewaan dengan turun ke lapangan.
Jumlah penonton yang turun ke lapangan semakin banyak. Aparat kepolisian yang dibantu TNI kewalahan membendung penonton yang turun ke lapangan. Karena gagal menghalau penonton yang nekat ke lapangan, aparat kepolisian kemudian menembakkan gas air mata untuk mengendalikan keadaan.
Namun, langkah petugas kepolisian yang mengeluarkan jurus pemungkas gas air mata membuat suasana tidak kondusif alias kacau. Penonton berhamburan keluar stadion. Mereka berdesak-desakan untuk menyelamatkan diri keluar dari stadion yang diresmikan pada 2004.
Celakanya jumlah penonton sebanyak 42 ribu yang melebihi kapasitas stadion yang seharusnya hanya 38 ribu orang membuat aliran penonton keluar tersumbat. Akhirnya mereka terjepit, terinjak-injak, dan kehabisan napas hingga meregang nyawa.
Tragedi Kanjuruhan mencoreng wajah Indonesia di kancah internasional di tengah kita berusaha keras mendongkrak prestasi sepak bola nasional ke tingkat dunia. Tragedi ini membuat persepakbolaan nasional jatuh ke titik nadir.
Bayang-bayang sanksi dari Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA untuk persepakbolaan nasional tinggal menghitung hari. Tragedi mematikan sekaligus memalukan ini menunjukkan buruknya pengelolaan persepakbolaan nasional, terutama manajemen pertandingan.
Antuasiasme penonton yang ingin menikmati sajian tim kesayangannya di lapangan hijau tak pernah padam. Hal itu sebenarnya modal sosial yang sangat berharga untuk pengembangan persepakbolaan nasional. Sayangnya gayung tak bersambut. Manajemen pertandingan di bawah Liga Indonesia Baru masih buruk, buruk sekali.
Sebelumnya, dua suporter sepak bola pendukung tim Persib Bandung harus kehilangan nyawa saat akan menyaksikan pertandingan Piala Presiden 2022 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada Juni lalu.
Dari tragedi Kanjuruhan terungkap fakta-fakta pengabaian akuntabilitas pertandingan, seperti jumlah penonton yang melebihi kapasitas, waktu pertandingan yang tidak sesuai arahan pihak kepolisian, penggunaan gas air mata yang tidak sesuai standar keamanan FIFA, dan kekerasan aparat, baik oleh polisi maupun TNI.
Sungguh tepat apabila Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri untuk menginventigasi secara tuntas Tragedi Kanjuruhan. Investigasi yang tidak perlu berlama-lama bekerja. Pasalnya, sudah terang-benderang siapa saja yang bekerja tidak sesuai prosedur. Semua pihak yang bersalah mesti dibawa ke ranah hukum.
Tragedi Kanjuruhan ialah kerusuhan terburuk persepakbolaan dunia setelah kerusuhan di Stadion Nasional (Estadio Nacional), Lima, Peru, saat laga Peru vs Argentina pada 1964 yang menewaskan 326 orang.
Sejatinya tanpa perlu menunggu tim investigasi bekerja, sudah seharusnya Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Kapolda Jatim, dan Kapolres Malang mengundurkan diri dari jabatan sebagai pertanggungjawaban moral atas tragedi yang mencampakkan wajah Indonesia di dunia internasional. Investigasi dan evaluasi pertandingan secara menyeluruh menjadi momentum bersih-bersih benalu persepakbolaan nasional.
Sepak bola jangan menjadi kuburan massal. Sepak bola ialah olahraga rakyat, harus menggembirakan, membahagiakan, dan bagian dari kohesi sosial masyarakat. Namun demikian, nyawa manusia harus tetap berada di atas sepak bola!