Jakarta — Forum Mahasiswa dan Pemuda Sulawesi Tenggara (FMPS) kembali turun ke jalan dan menggelar Aksi Jilid II di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), Jakarta, Jumat (9 Desember 2025).
Aksi lanjutan ini menjadi bentuk konsistensi mahasiswa dalam mengawal dugaan penyimpangan pertanahan dan dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret pejabat di Pemkot Kendari.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut KPK agar bertindak lebih progresif dalam menyelidiki dugaan praktik mafia tanah di Kota Kendari, khususnya pada program PTSL, penerbitan hak atas tanah, dan pengelolaan sengketa yang dinilai tidak transparan.
Akbar rasyid, Penanggung Jawab Aksi, menegaskan bahwa kasus pertanahan bukanlah satu-satunya persoalan yang harus diusut. FMPS juga menyoroti adanya dugaan korupsi anggaran makan-minum tahun 2020 yang diduga melibatkan Wali Kota Kendari.
“Kami mendesak KPK tidak hanya fokus pada persoalan pertanahan. Ada dugaan aliran dana Rp 28 juta per bulan yang diserahkan tunai maupun lewat transfer ke rekening pribadi Wali Kota Kendari. Jika dikalkulasikan selama 10 bulan, total mencapai Rp 280 juta. Ini bukan angka kecil,” tegas Akbar dalam orasinya.
Ia mengingatkan bahwa dalam kasus tersebut mantan Sekda Kota Kendari sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun sosok yang diduga sebagai aktor intelektual, yakni Wali Kota Kendari, hingga kini belum tersentuh proses hukum.
“Jika penerima manfaat terbesarnya adalah Wali Kota Kendari, maka kami mempertanyakan mengapa sampai hari ini status hukumnya tidak jelas. Penegakan hukum tidak boleh tumpul ke atas,” seru Akbar.
Mahasiswa juga menilai bahwa dua persoalan besar dugaan mafia tanah dan dugaan korupsi memiliki benang merah terkait tata kelola pemerintahan yang lemah dan penuh intervensi kepentingan.
FMPS menegaskan dua tuntutan utama:
KPK RI segera lakukan supervisi dan investigasi menyeluruh terhadap dugaan penyimpangan pertanahan di BPN Kendari, termasuk potensi keterlibatan pejabat daerah.
Segera menetapkan Wali Kota Kendari sebagai tersangka apabila benar menerima aliran dana anggaran makan-minum tahun 2020 sebesar Rp 280 juta.
Selain itu Adrian dalam pernyataan sikapnya menambahkan bahwa aksi ini bukan sekadar demonstrasi, tetapi gerakan perlawanan terhadap kezaliman dan praktik korup yang menghambat hak masyarakat atas tanah dan pelayanan publik yang bersih.
“Kami pastikan perjuangan ini belum selesai. Jika KPK lambat, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar. Kendari tidak boleh jadi sarang mafia tanah dan korupsi. Negara wajib hadir!” tegasnya menutup aksi.
FMPS menegaskan akan terus mengawal perkembangan laporannya ke KPK secara resmi, serta konsolidasi bersama elemen pemuda dan masyarakat hingga seluruh dugaan pelanggaran diusut tuntas.


















