Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Iklan 728x250
NASIONAL

Dugaan Ijazah Palsu Arsul Sani: JAN Desak Pemeriksaan Transparan untuk Menjaga Marwah MK

42
×

Dugaan Ijazah Palsu Arsul Sani: JAN Desak Pemeriksaan Transparan untuk Menjaga Marwah MK

Sebarkan artikel ini
Iklan 468x60

Jakarta – Dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani memasuki babak baru setelah berbagai temuan dari dalam dan luar negeri menguatkan perlunya verifikasi independen. Kasus ini bukan lagi sekadar perdebatan publik, melainkan menjadi isu integritas lembaga konstitusi yang selama ini menjadi benteng terakhir penegakan hukum di Indonesia. Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa kasus semacam ini tidak boleh dibiarkan berlarut, mengingat dampaknya dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap MK.

Kontroversi bermula dari sorotan akademisi dan mantan pejabat publik yang mempertanyakan keabsahan gelar doktor Arsul dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, lembaga yang tengah disorot otoritas Polandia atas dugaan penerbitan ijazah tidak sah. Temuan inilah yang mendorong berbagai kelompok masyarakat sipil mendesak pemeriksaan tuntas. “Penetapan kebenaran dokumen publik adalah prinsip dasar etika jabatan, dan kasus ini harus diselesaikan secara terbuka agar MK tetap terjaga kehormatannya,” ujar Muhaimin Ketua JAN DKI Jakarta, pada Jumat (14/11).

Iklan 300x600

Informasi dari media internasional memperlihatkan bahwa universitas tempat Arsul meraih gelarnya sedang diperiksa lembaga antikorupsi Polandia (CBA) atas dugaan suap dan penerbitan ribuan ijazah palsu. Kondisi ini memperkuat urgensi verifikasi lintas negara oleh pemerintah Indonesia. JAN menilai bahwa dugaan ini tidak bisa dianggap sebagai isu personal belaka, melainkan menyangkut keabsahan putusan-putusan MK yang dihasilkan seorang hakim. “Kami mendukung pemeriksaan menyeluruh agar prosesnya objektif dan bebas intervensi pihak mana pun,” kata Muhaimin.

Baca Juga :  Para Caleg Bingung Mengapa Dengan Hasil Suara Mereka Masih Naik TurunAda apa

Aksi masyarakat turut menguat pada Kamis (13/11), ketika ratusan mahasiswa dan aktivis mengadakan demonstrasi damai di depan Gedung MK. Mereka membawa poster menuntut integritas hakim konstitusi dan meminta proses verifikasi dilakukan secara transparan. JAN yang hadir dan turun dalam aksi tersebut menyatakan bahwa dinamika publik harus dibaca sebagai ekspresi kepedulian warga terhadap marwah lembaga negara, bukan sebagai bentuk tekanan politik.

Dalam analisisnya, JAN menilai bahwa kasus ini juga membuka ruang refleksi tentang urgensi literasi digital dan kehati-hatian masyarakat dalam mengonsumsi informasi akademik. Di era ketika gelar akademik semakin mudah digunakan sebagai legitimasi sosial maupun politik, publik perlu dilindungi dari praktik manipulasi ijazah yang dapat merusak tata kelola negara. “Kasus ini mengingatkan kita bahwa pendidikan publik di ruang digital menjadi semakin mendesak untuk mencegah reproduksi misinformasi,” tegas Muhaimin.

Baca Juga :  Wujud Sinergitas, Danlanal Bintan Coutessy Call (CC) Dengan PT. Pertamina Tanjung Uban

Dari perspektif konstitusi, dugaan pemalsuan ijazah tidak sekadar pelanggaran administratif, melainkan berpotensi masuk dalam ranah pidana jika terbukti melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang MK mengatur secara ketat standar etik dan moralitas seorang hakim. Muhaimin menyebut bahwa jika dugaan ini benar, maka langkah mundur dari jabatan hakim MK adalah konsekuensi logis demi menjaga wibawa lembaga.

Meskipun demikian, Muhaimin menegaskan pentingnya memberikan ruang bagi proses pembuktian. Laporan kepada aparat penegak hukum dan permintaan verifikasi kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi harus berjalan berdampingan dengan mekanisme etik di Komisi Yudisial. Koordinasi antarlembaga diperlukan agar hasil pemeriksaan tidak multitafsir dan dapat dipertanggungjawabkan di depan publik.

Di sisi lain, hingga saat ini Arsul Sani belum memberikan penjelasan komprehensif mengenai dugaan tersebut. Sikap diam ini menimbulkan pertanyaan publik, terutama setelah gelombang kritik di media sosial meningkat sejak pertengahan Oktober. JAN menyebut bahwa keterbukaan adalah langkah minimal untuk menjaga kredibilitas personal sekaligus menghormati publik yang berhak mengetahui kebenaran. “Kami berharap seluruh pihak yang terlibat diproses tanpa pengecualian demi tegaknya rasa keadilan,” ujar Muhaimin.

Baca Juga :  Ditbinmas Polda Metro Jaya Giat Suling dan Serahkan 100 Paket Sembako di Masjid As Syukur

JAN memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk mendorong audit forensik dokumen akademik ke otoritas internasional bila diperlukan. Selain aksi unjuk rasa, Muhaimin juga menyiapkan petisi nasional dan jalur advokasi formal ke DPR, KY, dan Kemendikbud untuk memastikan proses berjalan sesuai koridor hukum, bukan berdasarkan opini politik.

Di tengah berbagai dinamika politik nasional, JAN menegaskan bahwa menjaga integritas lembaga negara adalah kewajiban bersama. Kasus Arsul Sani harus menjadi momentum memperkuat kultur akuntabilitas pejabat publik, sekaligus memastikan bahwa MK berdiri sebagai lembaga yang tak bercela dalam menjalankan amanat konstitusi. Muhaimin mengajak masyarakat tetap kritis dan aktif mengawasi proses hukum agar keadilan tidak berhenti pada wacana semata.

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!