JAKARTA — mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Konawe Kepulauan – Jakarta (HIPMA KONKEP-JAKARTA) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai bentuk penegasan keras terhadap segala upaya membuka kembali aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii.
Aksi ini dilakukan sebagai respons atas munculnya gerakan dan lobi-lobi tertentu yang dinilai mencoba mengintervensi serta melemahkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait larangan pertambangan di pulau-pulau kecil.
Dalam orasinya, Reski Anandar menyampaikan bahwa Pulau Wawonii adalah tanah leluhur yang harus dijaga, bukan dieksploitasi. Mereka menegaskan bahwa Kejaksaan Agung harus ikut mengawal dan menegakkan hukum, terutama terhadap pihak-pihak yang mencoba memaksa beroperasinya kembali pertambangan di Wawonii.
“Kami tidak akan tinggal diam terhadap setiap langkah yang mencoba menghidupkan kembali pertambangan di Wawonii” tegas Reski Anandar, Kabid pergerakan HIPMA Konkep-Jakarta.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa mengingatkan bahwa perjuangan masyarakat Pulau Wawonii melawan ancaman eksploitasi telah berlangsung panjang dan melelahkan. Perlawanan masyarakat akhirnya membuahkan hasil ketika Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan final dan mengikat yang menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum, tidak ada izin, dan tidak ada rencana tata ruang yang memperbolehkan aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii.
Reski Anandar juga menegaskan bahwa putusan tersebut adalah kemenangan rakyat atas keserakahan modal, dan menjadi bukti hadirnya keadilan lingkungan yang harus dihormati oleh semua pihak.
“Jika ada upaya untuk mengakali, membelokkan, atau memanipulasi putusan Mahkamah Agung, maka itu jelas pelanggaran hukum. Dan Kejagung harus turun tangan!” Jelasnya
Dalam pernyataannya, HIPMAKONKEP menegaskan landasan hukum yang melarang pertambangan di Pulau Wawonii. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kabupaten Konawe Kepulauan memiliki luas daratan 706 km², sehingga secara sah dikategorikan sebagai pulau kecil. Dengan demikian, seluruh bentuk aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dilarang keras, Larangan hukum tersebut diperkuat oleh Pasal 35 huruf (k) UU 27/2007 dan Pasal 73 ayat (1)
HIPMA KONKEP–Jakarta menegaskan bahwa Pulau Wawonii adalah ruang hidup masyarakat yang harus dilestarikan. Mereka menyebut bahwa setiap upaya untuk memasukkan kembali aktivitas pertambangan merupakan praktik pengkhianatan terhadap rakyat dan masa depan Wawonii.
“Pulau Wawonii bukan untuk ditambang, Pulau ini harus dijaga, dirawat, dan diwariskan kepada generasi mendatang. Setiap dorongan untuk membuka kembali tambang adalah tindakan melawan rakyat, melawan hukum, dan melawan alam,” ungkap pernyataan organisasi tersebut.
Sebagai penutup Koordinator lapangan aksi, Reski Anandar, memberikan pernyataan keras di depan Kejagung:
“Kami tidak akan mundur selangkah pun dalam menjaga tanah leluhur Wawonii. Putusan Mahkamah Agung sudah final dan mengikat. Siapa pun yang mencoba menghidupkan kembali aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii sama saja melawan hukum, melawan rakyat, dan mengkhianati masa depan anak cucu kita. HIPMAKONKEP-JAKARTA tegas menolak Dan kami akan berdiri paling depan untuk mempertahankan Pulau Wawonii sampai kapan pun.” Tutupnya


















